Ponsel TV yang pernah booming di pasaran, seperti yang pernah saya ulas di sini kini terlihat mulai meredup. Ponsel yang menjadi andalah penjualan produsen lokal ini, tidak lagi dibicarakan masyarakat. Apakah penjualannya memang sudah seret?
Manager Marketing PT Tirta Citra Nusantara, produsen ponsel lokal merek HiTech, Kusuma Ruslan menuturkan, permintaan ponsel TV masih tinggi. Sejak memasarkan ponsel TV ini tahun lalu, angka penjualan HiTech terus naik dengan pencapaian market share atas 2%.
“Target kami menjadi lima besar. Kami memilih bermain di market dengan produk yang spesifik dan menggunakan merek sendiri,” kata Kusuma, di Jakarta, Senin (3/11). Ia mengakui kondisi ekonomi sekarang membuat penjualan ponsel TV menjadi seret.
Daya beli masyarakat, menurutnya masih ada. Tapi karena nilai tukar dolar yang melambung, maka keuntungan yang didapat menjadi tipis. Sementara untuk menaikkan harga, bukan pilihan yang bijaksana.
Upaya menggalakkan produk-produk yang lebih murah, juga sulit dilakukan. Pasalnya, dalam situasi yang sulit seperti, melakukan kegiatan marketing secara besar-besaran hasilnya juga kurang maksimal.
Kusuma mengakui ponsel TV pernah melejit cepat, karena tidak ada persaingan head to head dengan ponsel merek Eropa atau Korea. Kesempatan ini digunakan untuk cepat-cepat membangun jaringan penjualan dan layanan service center hingga pelosok Tanah Air. Jika pemain besar akhirnya masuk menawarkan handphone TV yang serupa, maka posisinya sudah kuat di pasaran.
Sementara penjualan dengan harga murah, bukan satu-satunya andalan untuk bersaing. Karena dari hasil penelitian, tiga faktor menjadi penentu keberhasilan produk handphone di pasar Indonesia.
Pertama fitur yang ditawarkan, kedua desain dan yang ketiga adalah harga. ”Tiga faktor ini sebagai penentu. Fitur oke, desain oke dan harganya oke, tentu pasti bisa jalan,” tegas Kusuma. Ponsel TV yang di negara asalnya China kurang laku, di Tanah Air pernah digemari masyarakat. Konsumen yang menyukai ponsel sekaligus bisa menangkap siaran TV ini, terutama adalah anak muda.
Kusuma mengakui penjualan handphone TV di negeri asalnya memang kurang bagus. Tapi hal itu penyebabnya adalah sinyal siaran TV di China lemah dan masyarakat disana lebih banyak memanfaatkan TV kabel.
Kondisi ini sangat berbeda dengan di Indonesia karena stasiun TV banyak, selain itu sinyalnya bagus. Ia menambahkan kualitas produk handset asal China saat ini sudah diakui internasional. Bahkan produsen handset besar baik dari Swedia, Jepang atau Korea juga melakukan pabrikasi di China.
Sambutan konsumen terhadap ponsel TV yang pernah melejit, tidak membuat khawatir pemain besar. Country General Manager Sony Ericsson Indonesia Alino Sugianto mengatakan, permintaan produk Sony Ericsson tetap tinggi.
Fenomena operator yang melakukan perang tarif membuat pasar bergairah. “Perang tarif berdampak positif pada produsen handset karena menciptakan situasi yang membuat permintaan terhadap produk ponsel meningkat,” timpalnya. Ia yakin, pasar handset tahun ini akan tetap ada pertumbuhan, meski dibayangi kemungkinan daya beli konsumen melemah. Namun tarif telekomunikasi yang murah, terus mendorong konsumen untuk membeli handset.
Sony Erricson juga tidak menciptakan handset khusus untuk melayani perang tarif yang dilakukan operator. Menurut Alino, handset Sony Erricson sejak awal sudah dikreasi oleh pabrikan berdasarkan berbagai riset pasar terlebih dahulu.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan masukan Komentar anda Asalkan jangan anonim...